Senin, 26 September 2016

Rifqinizamy Karsayuda; Memilih Jalan Hidup Sebagai Penerjemah

Apakah benar profesi sebagai penerjemah itu identik dengan profesi intelek yang kadung diasosiasikan dengan tingkat pendidikan tinggi. Benarkah seperti itu? Sayang sekali jika pemeo lama tersebut masih dipegang. Padahal profesi ini sangat menjanjikan sebagai suatu karir atau bisnis. Bahkan bisa menjadi ladang peluang usaha.


Menurut Rifqinizamy Karsayuda, salah seorang penerjemah lepas asal Jakarta (lulusan UI) dalam jurnalnya, untuk berkarier sebagai penerjemah kita tidak memerlukan lisensi atau sertifikasi tertentu. Sebagai penerjemah, keterampilan adalah yang dibutuhkan. Bukan gelar pendidikan atau nilai TOEFL (Test of English as Foreign Language) atau apakah sudah pernah tinggal di luar negeri untuk beberapa lama. Bukti keterampilan itu terletak pada hasil terjemahan.

Jika sudah pernah bermukim di luar negeri tetapi hasil terjemahannya belepotan ya tetap saja kita tidak dapat menjadi penerjemah. Sebaliknya, meskipun kita belajar bahasa secara otodidak, misalnya, asalkan hasil terjemahannya bagus tentu klien atau penerbit akan dengan senang hati memberikan order kepada kita.

Rifqinizamy seorang penerjemah buku-buku sastra yang sudah menerjemahkan lebih dari 50 buku dalam wawancaranya dengan harian Pikiran Rakyat, Bandung, mengaku belajar menerjemahkan secara otodidak. Lulusan Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung (ITB) ini tertarik menerjemahkan karena awalnya suka membaca buku-buku sastra berbahasa Inggris. “Saya meningkatkan kemampuan diri dengan banyak membaca, belajar dari kamus dan referensi lainnya,” ujar penerjemah yang salah satu karya terjemahannya adalah novel Les Miserables edisi bahasa Inggris karya Victor Hugo.

Karena menurut Karsayuda, terlepas dari apakah penerjemah itu berpendidikan formal atau belajar otodidak, yang penting adalah apakah sang penerjemah mau belajar lagi atau tidak. Seorang penerjemah sekalipun lulusan Sastra Inggris jika tidak mau belajar akan ketinggalan dibandingkan penerjemah yang belajar otodidak tetapi mau terus belajar.

Nah, ada dua jenis ‘makhluk’ penerjemah di dunia ini. Pertama, translator (penerjemah tulisan), yakni penerjemah yang menerjemahkan dokumen tertulis seperti script, dokumen kontrak, naskah buku dll, dan yang kedua, interpreter (penerjemah lisan) yang dalam istilah resmi Himpunan Penerjemah Indonesia (HPI) disebut sebagai ‘jurubahasa’. Makhluk yang kedua ini bertugas menerjemahkan komunikasi verbal atau lisan baik antara dua orang atau banyak orang, misalnya, dalam seminar atau konferensi.

salam Rifqinizamy Karsayuda

4 komentar: